Sabtu, 27 Juni 2015

Ada Tuhan dalam Secangkir Kopi


Oleh: Robic Ahsan

Minuman kopi adalah manifestasi kehidupan yang dengan tegas saya "imani". Pahit-manis yang menyatu dalam secangkir kopi layaknya sepasang rasa; bahagia dan sedih yang tak terpisahkan dalam hidup.

Di mana ujung bahagia? Jawabnya adalah sedih. Sebaliknya, di mana ujung sedih? maka ujungnya sedih adalah bahagia. Keduanya merupa sepasang proses yang tidak dapat dipisah-pisahkan. Benar atau tidak, coba renungkan...

Kehidupan selalu menyediakan masa pahit dan manis, bahagia dan sedih. Sepertinya kedua hal itu merupakan keberimbangan yang harus dilewati setiap manusia. Senada dengan Yin Yang, konsep filosofi yang telah berabad-abad lamanya dipercaya oleh masyarakat Tionghoa.
Agar hidup berimbang dan menyenangkan, maka yang diperlukan hanyalah tentang bagaimana cara menikmatinya. Tak ada pilihan lain kecuali menyelaminya, melebur dalam "sedih dan bahagia" dengan tenang. Niscaya, sedih pun akan bisa dinikmati dengan berbahagia.

Selalu menarik ketika membahas secangkir kopi. Saya yakin seyakin yakinnya, bahwa ada tuhan dalam seduan secangkir kopi. Seorang teman menulis status di BlackBerry Messenger miliknya. "Bismillah itu nomor dua, yang pertama menyedu kopi!"

Sekilas, bangsat banget tuh statusnya. Hmm....tapi logis juga, coba tangkap saja nilai humor yang begitu relegius itu. Lagi-lagi ada tuhan dalam secangkir kopi. Tuhan ada di mana-mana.

Saya selalu kangen terhadap budaya ngopi.
Ini memang bukan membahas soal kualitas kopi, sebab negeri ini barangkali sudah "dikutuk" sebagai surganya kopi. Nyaris di setiap penjuru daerah selalu memiliki ciri khas rasa yang bikin kesengsem. Dari sudut pandang kopi inilah, saya bangga hidup di negeri ini. Negeri surganya kopi sekaligus negeri surganya korupsi #eh

Soal korupsi pun tak lepas nongol dalam perbincangan di sekitar gelas kopi. Itu bagian pahit manisnya negeri ini yang mengendap dalam segelas kopi.

Tentu tidak hanya itu, sederet persoalan sosial masyarakat, mulai masalah petani yang gagal panen, hingga muaknya nonton banyolan anggota dewan yang mengeluhkan gaji di layar televisi. Pahit memang, sepahit kata terakhir selepas kau melangkah pergi #ups

Sedih memang, sesedih menerima kabar SEA Games 2015 yang digelar di Singapura. Indonesia (2014) yang konon memiliki jumlah penduduk sebanyak 248 juta jiwa, hanya puas bertengger di urutan kelima.

Tentu saja masih kalah dari negara-negara yang penduduknya jauh lebih kecil. Kisruh dunia Sepakbola Indonesia yang dihukum FIFA tidak boleh mengikuti ajang Internasional apapun. Benar-benar ini contoh baik untuk hal yang buruk. Belum lagi soal jomblo yang selalu menggelinjang ditikam kesepian. Huft, benar-benar pahit kopi ini. Mampus!



Tidak ada komentar:

Posting Komentar