Kamis, 24 Juli 2014

Membaca Hilangnya Budaya Unggah-ungguh


MASYARAKAT Jawa, khususnya Semarang, barangkali akan kehilangan budaya unggah-ungguh. Diakui atau tidak, hingga saat ini budaya jawa, khususnya bahasa jawa mengalami krisis ajaran. Betapa ironisnya jika bahasa jawa yang notabene bahasa sendiri telah kehilangan peminat untuk memelajarinya, dibanding bahasa Inggris.

Secara sadar, kereta budaya terus berlangsung, namun betapa bahasa elit “Inggris” begitu mendominasi di setiap lini kehidupan kini. Baik di dalam pergaulan sehari-hari, komunikasi akademisi maupun dunia kerja. Seolah-olah masyarakat kita dituntut memelajari bahasa Inggris yang merupakan kebudayaan barat itu. Tak heran, jika masyarakat sekarang memilih mengursuskan anaknya pada bahasa Inggris. Sementara kursus bahasa Jawa sendiri justru malah menjadi asing di negeri sendiri.

Sehingga krisis ajaran budaya Jawa itu barangkali sudah dalam kondisi parah. Sudah selayaknya masyarakat dan pemerintah, untuk prihatin dan ikut memikirkannya solusinya.
Secara karakteristik masyarakatnya, hilangnya budaya Jawa, khususnya bahasa jawa makin hari mulai tampak memudar. Bahkan, masyarakat akan berada pada titik kehilangan unggah-ungguh.

Sebagaimana diungkapkan mantan Guru Besar UNS, Prof Sunarno Rekso Suharjo menilai gejala memudarnya budaya Jawa sedang menjadi bahan kajian bagi dunia pendidikan agar dapat dicari jalan penyelesaian secara metodologis dan rasional. Sebab, kalau tidak diperhatikan dan dicarikan titik temu, bisa saja budaya Jawa, benar-benar hilang. “Kita semua menjadi khawatir bila budaya Jawa, kemudian digeser dengan budaya luar negeri yang tidak cocok dengan perilaku wong njowo,” katanya belum lama ini.

Dia mengatakan, salah satu cara agar masyarakat tidak kehilangan budaya itu, perlu dihidupkan kembali pengamalan sila-sila yang terdapat dalam Pancasila. Kalau diperhatikan dengan seksama, kelima sila yang terdapat dalam Pancasila, merupakan manifestasi budaya asli Jawa. ”Sekarang yang terjadi kebanyakan murid dan mahasiswa tidak lagi memandang penting falsafah Pancasila,” katanya.

Terlebih jika benar mata pelajaran Pancasila akan dihapuskan dari kurikulum sekolah di Indonesia. Keprihatinan lunturnya ajaran Jawa itu, lanjut dia, bukan bentuk keegoisan daerah. ”Kita tidak berbicara soal kedaerahan. Kita bicara tentang budaya nasional yang taat pada Tuhan, berkeadilan dan menghormati hak setiap orang. Itu inti utama yang ingin dicapai. Seperti juga kita menghargai budaya unggah-ungguh,” tandas dia.

Dia mencontohkan, masyarakat sudah tidak lagi memperhatikan bahasa Jawa kromo inggil. Padahal bahasa itu, sebagai bentuk unggah-ungguh dengan orang yang lebih tua. "Itu tugas pemerintah dan masyarakat Solo,” kritiknya. (Abdul Mughis)


1 komentar:

  1. Dulunya kami ini dari keluarga yg tidak mampu,makanpun susah sekali,karna hasil gosip dari para tetangga,katanya ada seseorang yg mujarap yg bisa mengeluarkan angka TOGEL,dan pada saat itu juga aku langsung telpon dia,ternyata alhamdulillah berhasil,dan saya bisa menang angka TOGEL 4D,dan bisa menang Rp 850 juta,kini kehidupan saya tidak terhina lagi,dan bisa mencukupi keluarga,sekaligus bisa buka usaha sendiri,untuk itu saya sarankan jika anda ingin seperti saya,segera hub ; MBAH WIJAN Di ; 0823 1184 3445,siapa tahu anda akan jadi seprti saya,sekali lagi hub ; MBAH WIJAN Di ; 0823 1184 3445,ATAU KLIK http://mbahwijan.blogspot.com/ kesempatan tidak datang berkali kali, tapi hanya sekali.TERIMA KASIHHH

    BalasHapus